Tak Cuma Potensi, Ada 4 Masalah Extended Reality yang Perlu Diatasi

Tak Cuma Potensi, Ada 4 Masalah Extended Reality yang Perlu Diatasi

Dibalik kecanggihan sebuah teknologi, kita juga harus menerima konsekuensi – konsekuensi dari penggunannya. Smartphone menjadi contoh nyata, betapa kita harus menanggung masalah-masalah yang muncul.

Mulai dari kecanduan melihat layar, mengurangi interaksi sosial secara langsung, hingga menurunnya daya ingat karena begitu mudahnya mencari, melihat, mengumpulkan informasi dengan mesin pencari. Hal yang sama juga terjadi pada teknologi extended reality.

Setidaknya ada 4 masalah extended reality yang muncul bersamaan dengan penggunannya. Forbes, mengulasnya dengan lugas pada paparan di bawah ini:

1. Masalah Legalitas

masalah legalitas extended reality
Foto oleh Sora Shimazaki dari Pexels

Legalitas kerap menjadi masalah yang membuntuti objek, benda, atau teknologi yang mutakhir. Perangkat hukum, seperti undang-undang (UU) selalu jauh tertinggal dibanding penerapan teknologi. Diperlukan waktu bertahun-tahun untuk membuat/mengubah UU, tapi teknologi berkembang dalam hitungan jam bahkan detik.

Lihat saja, kasus transportasi online yang dulu pernah menjadi permasalahan. Keberadaannya sebagai layanan transportasi menuai pro dan kontra. Karena mereka cuma penyedia aplikasi penghubung antara pemilik kendaraan dan pengguna.

Bukan penyedia kendaraan yang harus mengikuti regulasi Kementerian Perhubungan. UU tercipta setelah ada konflik antara pengemudi ojek online dan sejenisnya dengan pelaku industri transportasi konvensional.

Pada teknologi extended reality, masalah hukum berpotensi muncul. Tindakan-tindakan virtual apa saja yang melanggar hukum  dalam dunia virtual? Apakah perilaku di dunia virtual harus mengikuti UU yang ada di dunia nyata? Tentu tidak bisa disamakan bukan?

Diperlukan diskusi yang mendalam, riset yang detil, serta perdebatan yang panjang untuk merumuskan UU dunia virtual (misalnya). Sementara, dalam hitungan bulan saja teknologi ini sudah berkembang jauh.

Lihat juga: “7 Kunci Keberhasilan Membangun Program K3”

2. Moralitas

moralitas dalam extended reality
Foto dari freepik

Moralitas menjadi dasar bagi peraturan hukum yang berlaku. Jika hukum saja dapat menjadi masalah extended reality, maka moralitas sudah pasti juga menjadi masalah. Dalam dunia virtual, banyak potensi tindakan yang bisa saja berada di luar batasan moral yang ada di dunia nyata.

Di dunia virtual ini, seseorang bisa saja menciptakan karakter avatar dari tetangga, teman, atau kenalan lalu kemudian melakukan berbagai hal merugikan, tanpa izin karakter aslinya. Nah, pada titik ini seharusnya kita bisa menggunakan standar moral yang sama pada dunia nyata.

Jika si karakter asli tidak mengizinkan, berarti kita juga tidak boleh membuat model avatarnya, apalagi melakukan hal yang dilanggar hukum. Harus ada persetujuan dari masing-masing pihak. Consent is the king! Right?

3. Terlalu Eksklusif

eksklusivitas extended reality
Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels

Sebagai teknologi yang penggunaannya memerlukan perangkat khusus, maka muncul kemungkinan bahwa masalah extended reality berikutnya adalah ketimpangan. Tidak semua orang yang dapat mengakses extended reality.

Hanya orang yang punya previlese finansial dan sosial saja yang dapat menggunakan teknologi ini. Harga peralatan yang mahal jadi kendala utama. Alhasil, keberadaan teknologi ini hanya jadi jurang pemisah antara si kaya di si miskin.

4. Masalah Privasi & Keamanan

masalah privasi dan keamanan di dalam extended reality
Foto oleh Markus Spiske dari Pexels

Seperti kebanyakan revolusi teknologi, extended reality (XR) juga membawa perubahan yang signifikan khususnya pada keberadaan data-data pribadi. Pada aplikasi smartphone saja, kita sering diminta menyertakan email dan nomer HP agar kita dapat menikmati kemudahannya. Padahal, kedua hal tersebut adalah data pribadi.

Masalah extended reality-nya muncul pada teknologi pendeteksi mata pada kamera VR dan AR headsets. Meski teknologi ini sangat canggih dan memukau, perusahaan penyedianya dapat mengumpulkan data dari gerak dan response mata kita. Pola gerak yang terbentuk dapat mencerminkan perilaku kita.

Tentu, ini sangat berguna bagi perusahaan untuk menggali minat kita pada sesuatu. Bukan tidak mungkin jika pada akhirnya pola gerak mata dapat berfungsi layaknya akun google yang dapat mengetahui minat, preferensi, hingga riwayat pencarian. Dari situ, Google akan memilihkan iklan yang tepat untuk kita.

Baca juga: “Ini Dia! Augmented Reality untuk Militer”

5. Masalah Kesehatan

masalah kesehatan saat masuk ke dalam extended reality
Foto oleh Mental Health America (MHA) dari Pexels

Penggunaan perangkat extended reality khususnya pada kacamata VR faktanya dapat mengakibatkan pusing dan mual. Ini terjadi karena otak kita menerima sinyal yang tercampur, yakni dari realitas visual yang diterima mata dan realitas dunia nyata yang masih diterima telinga. Meski tidak semua orang mengalami ini. Masalah ini tetap perlu perhatian khusus.  

Lihat juga: “Cara Cegah Mabuk Pasca Menggunakan Virtual Reality”


Tertarik dengan infomasi atau topik diatas? Kamu bisa baca informasi lain terkait penggunaan virtual reality dalam berbagai industri dengan kunjungi smarteye.id!

Asri Amanta

Asri Amanta

I swear Shinji and Kaworu are meant to be for life. The one behind all of smarteye.id's digital and content marketing strategy.