Penerapan PPKM akibat penyebaran virus COVID-19 tak hanya berdampak pada melambatnya perekonomian, tapi juga meningkatnya kasus depresi. Bagaimana tidak, masyarakat harus mengikuti prosedur karantina berhari-hari di rumah. Semua aktivitas hanya dilakukan dari rumah dan ruang bersosialisasi pun berkurang. Untungnya, gejala depresi akibat PPKM dapat dicegah dengan teknologi virtual reality (VR). Penasaran dengan penerapan teknologi VR ini? Konon, penggunaan perangkat VR terkesan seperti mimpi saat tidur. Benarkah demikian?
Realitas Dunia Baru yang Indah untuk Lansia
“Kamu seperti berada di dunia yang tidak dikenal, tetapi sangat indah dan menarik untuk dilihat” ujar Nidia Silva, seorang warga Amerika setelah mencoba kacamata VR. Ia menjelaskan pengalamannya memakai kacamata VR yang dihadirkan oleh Ivanovitch dalam proyek VR Genie. Proyek ini didesain untuk memfasilitasi rasa kesepian dan isolasi sosial yang kerap terjadi pada lansia. VR Genie didukung oleh organisasi nirlaba bernama Equality Lab dengan tujuan untuk menghadirkan kacamata VR di berbagai panti jompo.
Proyek ini mencakup demonstrasi VR sebagai pengobatan depresi untuk lansia dan pensiunan di Kuba. Para lansia dibawa “berjalan-jalan” virtual ke dasar laut, taman, puncak gunung, hingga ke luar angkasa. Tentu sangat seru, menyenangkan, sekaligus menjadi kenangan indah untuk para lansia. Siapa yang tidak ingin mengisi masa tua dengan kenangan yang begitu indah?
Neuropsikolog dan peneliti di University of Miami menyampaikan bahwa virtual reality dapat membantu mengatasi depresi, kecemasan, gangguan stres pasca trauma dan masalah kesehatan mental lainnya. Tim dari University of California juga turut mempelajari penggunaan VR dalam pengobatan gejala depresi yang menyebabkan kehilangan minat dalam beraktivitas atau dikenal juga dengan Anhedonia.
Lihat juga: “Travelling dengan Virtual Tour”
Atasi Gejala Depresi Akibat Pandemi COVID-19
Selain untuk mengatasi gejala depresi pada lansia, virtual reality juga bisa dimanfaatkan untuk mengurangi depresi di masa pandemi COVID-19. Tekanan di masa pandemi tentu meningkat dan menimbulkan masalah krisis kesehatan mental yang cukup signifikan. Penelitian CDC menunjukkan bahwa ada 31% masyarakat Amerika yang telah melaporkan kecemasan dan depresi selama pandemi COVID-19 berlangsung. Tak hanya itu, ada 11% masyarakat yang memiliki indikasi bunuh diri.
Tak hanya berlaku sebagai teknologi game first-person shooter yang umumnya diketahui masyarakat, virtual reality bisa menjadi salah satu solusi untuk mengatasi depresi saat pandemi ya. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa VR mampu mengurangi rasa sakit, menenangkan saraf dan meningkatkan kesehatan mental. VR bekerja dengan menciptakan rasa kehadiran secara psikologis yang dapat membawa penggunanya berada di berbagai tempat. Mulai dari bersantai di tepi laut hingga bepergian ke luar kota tanpa perlu keluar dari rumah. Tak hanya berjalan-jalan, VR juga bisa menghadirkan pengalaman role-playing yang memungkinkan penggunanya seolah hidup sebagai karakter orang lain. Dengan penggunaan yang tepat, pengalaman virtual ini dapat mengubah kondisi pikiran dan tubuh menjadi lebih baik.
EaseVR menjadi contoh program virtual reality yang dapat mengurangi rasa nyeri pada pasien. Pasien dapat belajar mengendalikan pikiran dan tubuh mereka melalui terapi biofeedback VR dalam suasana hutan yang menakjubkan, lengkap dengan pepohonan rindang dan danau yang tenang. Mikrofon pada headset VR dapat mendeteksi pernapasan. Tampilan pohon virtual akan bergerak mengikuti ritme pernapasan, layaknya paru-paru yang selaras dengan tubuh pasien. Tak hanya untuk gamers, VR juga dapat menjadi solusi jenis perawatan kesehatan mental dalam masa sulit ya.
Alihkan Aktivitas dengan VR Selama Pandemi
Penggunaan teknologi VR untuk mengurangi gejala depresi akibat karantina atau lockdown terbukti efektif. Peneliti Italia telah merilis laporan yang mengungkapkan bahwa dengan menggunakan VR, bergaul dengan teman, pergi ke konser, main game, hingga “traveling” ke belahan dunia lain berdampak positif pada kebahagiaan.
Sang Peneliti, Profesor Giuseppe Riva Ph.D bekerja dengan 400 peserta selama 3 bulan. Peserta diarahkan untuk melihat foto & video 360 dari negara lain, hingga mengunjungi pantai virtual. Selain itu, peserta juga diajak menghabiskan waktu dengan pengguna lain dengan platform VRChat atau Mozilla Hubs.
Setelah penelitian ini, Riva dan timnya menyarankan peserta untuk menggunaan VR kapanpun saat merasa cemas untuk mengatasi berkurangnya aktivitas sosial secara drastis. Selain mengisi waktu dan refreshing, penggunaan VR selama lockdown juga dapat menjadi media untuk merefleksikan identitas & tujuan masa depan kamu ya. Mungkin kamu pernah bermimpi ingin berlibur ke New Zealand? Nah, inilah saatnya untuk melihat tempat-tempat di sana secara virtual. Sekalian mencari referensi ya!
Selain untuk bermain game, itulah manfaat lain dari virtual reality guna meringankan gejala depresi. Masih ada banyak lagi dampak positif dari VR yang bisa kamu rasakan dalam berbagai bidang seperti bisnis dan edukasi. Untuk ketahui informasi lainnya mengenai VR, kamu bisa kunjungi situs smarteye.id hanya dengan klik di sini ya!